Cari Blog Ini

Senin, 12 Maret 2012

HUKUM LINGKUNGAN

A. Pengertian Hukum Lingkungan

Hukum lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata. Dengan demikian, tentu saja hukum lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks. Sehingga untuk mendalami hukum lingkungan itu sangat mustahil apabila dilakukan seorang diri, karena kaitannya yang sangat erat dengan segi hukum yang lain yang mencakup pula hukum lingkungan di dalamnya.

Dalam pengertian sederhana, hukum lingkungan diartikan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan hidup), di mana lingkungan mencakup semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan memengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia serta jasad-jasad hidup lainnya. Dalam pengertian secara modern, hukum lingkungan lebih berorientasi pada lingkungan atau Environment-Oriented Law, sedang hukum lingkungan yang secara klasik lebih menekankan pada orientasi penggunaan lingkungan atau Use-Oriented Law.

1. Hukun Lingkungan Modern

Dalam hukum lingkungan modern, ditetapkan ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin kelestariannya agar dapat secara langsung terus-menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi-generasi mendatang. Hukum Lingkungan modern berorientasi pada lingkungan, sehingga sifat dan waktunya juga mengikuti sifat dan watak dari lingkungan itu sendiri dan dengan demikian lebih banyak berguru kepada ekologi. Dengan orientasi kepada lingkungan ini, maka Hukum Lingkungan Modern memiliki sifat utuh menyeluruh atau komprehensif integral, selalu berada dalam dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes.

2. Hukum Lingkungan Klasik

Sebaliknya Hukum Lingkungan Klasik menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan terutama sekali untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya. Hukum Lingkungan Klasik bersifat sektoral, serta kaku dan sukar berubah. Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan, bahwa sistem pendekatan terpadu atau utuh harus diterapkan oleh hukum untuk mampu mengatur lingkungan hidup manusia secara tepat dan baik, sistem pendekatan ini telah melandasi perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia. Drupsteen mengemukakan, bahwa Hukum Lingkungan (Millieu recht) adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (Naturalijk milleu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan dilakukan terutama oleh Pemerintah, maka Hukum Lingkungan sebagian besar terdiri atas Hukum Pemerintahan (bestuursrecht).

Hukum Lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan hidup, dengan demikian hukum lingkungan pada hakekatnya merupakan suatu bidang hukum yang terutama sekali dikuasai oleh kaidah-kaidah hukum tata usaha negara atau hukum pemerintahan. Untuk itu dalam pelaksanaannya aparat pemerintah perlu memperhatikan “Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik” (Algemene Beginselen van Behoorlijk Bestuur/General Principles of Good Administration). Hal ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan kebijaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan pengelolaan lingkungan hidup.

B. Aspek hukum Lingkungan

1. Aspek Pidana

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.

Menurut Prof. Moeljatno, S.H Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.

Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melaikan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.

Azas-azas Hukum Pidana

  1. Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan. Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi
  2. Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.
  3. Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing.
  4. Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana dimana pun ia berada
  5. Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara Inonesia

Macam-macam Hukum Pidana

Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut :

Hukuman-Hukuman Pokok

  1. Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih di berlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
  2. Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan kedalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
  3. Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran. Biasanya terhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda. Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan diluar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan dimana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
  4. Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
  5. Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-asalan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara.

Hukuman Tambahan

Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain :

  1. Pencabutan hak-hak tertentu.
  2. Penyitaan barang-barang tertentu.
  3. Pengumuman keputusan hakim

2. Aspek Administratif

Hukum administrasi adalah peraturan hukum yang mengatur administrasi, yaitu hubungan antara warga negara dan pemerintahnya yang menjadi sebab hingga negara itu berfungsi. (R. Abdoel Djamali).

Selama ini pemerintah harus memberikan Sanksi administrasi yang merupakan suatu upaya hukum yang harus dikatakan sebagai kegiatan preventif oleh karena itu sanksi administrasi perlu ditempuh dalam rangka melakukan penegakan hukum lingkungan. Disamping sanksi-sanksi lainnya yang dapat diterapkan seperti sanksi pidana.

Upaya penegakan sanksi administrasi oleh pemerintah secara ketata dan konsisten sesuai dengan kewenangan yang ada akan berdampak bagi penegakan hukum, dalam rangkan menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sehubungan dengan hal ini, maka penegakan sanksi administrasi merupakan garda terdepan dalan penegakan hukum lingkungan (primum remedium). Jika sanksi administrasi dinilai tidak efektif, berulan dipergunakan sarana sanksi pidana sebagai senjata pamungkas (ultimum remedium).

Berdasarkan jenisnya ada beberapa jenis sanksi administaratif yaitu

a. Paksaan pemerintahan

Diuraikan sebagai tindakan-tindakan yang nyata dari pengusaha guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum administrasi atau (bila masih) melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh para warga karena bertentangan dengan undang-undang.

b. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin pembayaran, subsidi).

Penarikan kembali suatu keputusan yang menguntungkan tidak selalu perlu didasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan. Hal ini tidak termasuk apabila keputusan (ketetapan) tersebut berlaku untuk waktu yang tidak tertentu dan menurut sifanya “dapat diakhiri” atau diatrik kembali (izin, subsidi berkala).

Instrument hukum lingkungan administratif, antara lain:

a. Perizinan lingkungan

b. Amdal/UKL - UPL

c. Baku Mutu Lingkungan

d. Pajak dan retribusi lingkungan

Sangsi Administratif antara lain:

a. Teguran tertulis

b. Paksaan pemerintah

Sarana penegak hukum administratif antara lain:

a. Paksaan pemerintah atau tidakan paksa (Bestuursdwang)

b. Uang paksa (Publiekrechtelijke dangsom)

c. Penutupan tempat usaha (Sluiting van een inrichting)

d. Penghentian kegiatan mesin perusahaan (Buitengebruikstelling van een toestel)

e. Pencabutan izin melalui proses teguran, paksaan pemerintah, penutupan dan uang paksa.

3. Aspek Perdata

Hukum Perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga. Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.

Sistematika Hukum Perdata

Menurut ilmu pengetahuan, hukum perdata sekarang ini lazim dibagi dalam empat bagian, yaitu :

1) Hukum tentang orang atau hukum perorangan (persoonenrecht) yang antara lain mengatur tentang :

a. Orang sebagai subjek hukum.

b. Orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri untuk melaksanakan hak-haknya itu.

2) Hukum kekeluargaan atau hukum keluarga (familierecht) yang memuat antara lain :

a. Perkawinan, perceraian beserta hubungan hukum yang timbul didalamnya seperti hukum harta kekayaan suami dan istri.

b. Hubungan hukum antara orangtua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang tua (ouderlijke macht).

c. Perwalian (voogdij).

d. Pengampunan (curatele).

3) Hukum kekayaan atau hukum harta kekayaan (vermogensrecht) yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta kekayaan ini meliputi :

a. Hak mutlak ialah hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang.

b. Hak perorangan adalah hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu pihak tertentu saja.

4) Hukum waris (erfrecht) mengatur tentang benda atau kakayaan seseorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat hukum dari hubungan keluarga terhadap harta warisan yang ditinggalkan seseorang.

TERMINOLOGI DASAR DAN ADAPTASI PENGURANGAN RESIKO BENCANA

Adaptasi (Adaptation): Penyesuaian sistem alam dan manusia terhadap stimulus iklim nyata atau yang diharapkan serta dampak-dampaknya, yang mengurangi kerugian atau mengeksploitasi kesempatan-kesempatan yang memberi manfaat.

Analisa ancaman (Hazard analysis): Analisis Identifikasi, telaah serta pemantauan ancaman bahaya apapun untuk menentukan potensi, asal-usul, karakteristik dan perilakunya.

Aturan-aturan untuk mendirikan bangunan (Building codes): serangkaian keputusan atau peraturan dan standar-standar terkait yang dimaksudkan untuk mengendalikan aspek-aspek desain, konstruksi, bahan-bahan, perubahan dan pemakaian struktur-struktur yang diperlukan untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan manusia, termasuk ketahanan pada keruntuhan dan kerusakan.

Ancaman (Hazard): Suatu fenomena, substans, aktivitas manusia atau kondisi berbahaya yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa, cedera atau dampak-dampak kesehatan lain, kerusakan harta benda, hilangnya penghidupan dan layanan, gangguan sosial dan ekonomi, atau kerusakan lingkungan.

Ancaman alamiah (Natural hazards): Proses atau fenomena alam yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa, cedera atau dampak-dampak kesehatan lain, kerusakan harta benda, hilangnya penghidupan dan layanan, gangguan sosial dan ekonomi, atau kerusakan lingkungan.


Ancaman biologis (Biological hazard): Proses atau fenomena yang bersifat organik atau yang dinyatakan oleh vektor-vektor biologis, termasuk keterpaparan terhadap mikro-organisme yang bersifat patogen, toksin dan bahan-bahan bioaktif yang bisa mengakibatkan hilangnya nyawa, cedera, sakit atau dampak-dampak kesehatan lainnya, kerusakan harta benda, hilangnya penghidupan dan layanan, gangguan sosial dan ekonomi, atau kerusakan lingkungan.

Ancaman geologis (Geological hazard): Proses atau fenomena geologis yang bisa mengakibatkan hilangnya nyawa, cedera atau dampak-dampak kesehatan lain, kerusakan harta benda, hilangnya penghidupan dan layanan, gangguan sosial dan ekonomi, atau kerusakan lingkungan.

Ancaman hidro-meteorologis (Hydro-meteorological hazard): Proses atau fenomena yang bersifat atmosferik, hidrologis atau oseanografis yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa, cedera atau dampak-dampak kesehatan lain, kerusakan harta benda, hilangnya penghidupan dan layanan, gangguan sosial dan ekonomi, atau kerusakan lingkungan.

Ancaman sosial-alami (Socio-natural hazard): Fenomena meningkatnya kejadian peristiwa-peristiwa ancaman bahaya geofisik dan hidrometeorologis tertentu seperti tanah longsor, banjir, tanah ambles, dan kekeringan, yang diakibatkan oleh interaksi antara ancaman bahaya-ancaman bahaya alam dengan sumber daya lahan dan lingkungan yang dimanfaatkan secara berlebihan atau ruak.

Ancaman teknologi (Technological hazards): Suatu ancaman bahaya yang berasal dari kondisi teknologi atau industri, termasuk kecelakaan, prosedur berbahaya, kegagalan prasarana atau aktivitas khusus oleh manusia, yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa, cedera, sakit atau dampak-dampak kesehatan lainnya, kerusakan harta benda, hilangnya penghidupan dan layanan, gangguan sosial dan ekonomi, atau kerusakan lingkungan.

Bantuan/respons (Relief/response): Pemberian layanan tanggap darurat dan bantuan umum selama atau segera setelah terjadinya sebuah bencana yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, mengurangi dampak-dampak kesehatan, memastikan keselamatan umum dan memenuhi kebutuhan dasar subsistens penduduk yang terkena dampak.

Bencana (Disaster): Sebuah gangguan serius terhadap berfungsinya sebuah komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian dan dampak yang meluas terhadap manusia, materi, ekonomi dan lingkungan, yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak tersebut untuk mengatasinya menggunakan sumber daya mereka sendiri.

Degradasi lingkungan (Environmental degradation): Menurunnya kapasitas lingkungan untuk memenuhi tujuan dan kebutuhan sosial dan ekologi.

Fasilitas-fasilitas menentukan (Critical facilities): Struktur fisik utama, fasilitas dan sistem teknis yang sangat penting secara sosial, ekonomi atau operasional bagi berfungsinya satu masyarakat atau komunitas, baik dalam kondisi rutin dan dalam kondisi ekstrem sebuah keadaan darurat.

Gas rumah kaca (Greenhouse gas/GHG): Konstituen gas dalam atmosfer, baik alamiah maupun antropogenik, yang menyerap dan memancarkan radiasi thermal infra merah yang dipancarkan permukaan bumi, atmosfer itu sendiri dan awan.

Kapasitas (Capacity): Gabungan antara semua kekuatan, ciri yang melekat dan sumber daya yang tersedia dalam sebuah komunitas, masyarakat atau organisasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang disepakati.

Kapasitas bertahan (Coping capacity): Kemampuan penduduk, organisasi dan sistem untuk menghadapi dan mengelola kondisi-kondisi, keadaan darurat atau bencana yang merugikan dengan menggunakan ketrampilan dan sumber daya yang ada.

Kerentanan (Vunerability): Karakteristik dan kondisi sebuah komunitas, sistem atau aset yang membuatnya cenderung terkena dampak merusak yang diakibatkan ancaman bahaya.

Kesadaran publik (Public awareness): Tingkat pengetahuan masyarakat umum tentang risiko-risiko bencana, faktor-faktor yang mengakibatkan ancaman bahaya dan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan secara perorangan dan kolektif untuk mengurangi keterpaparan dan kerentanan pada ancaman bahaya.

Kesiapsiagaan (Preparedness): Pengetahuan dan kapasitas yang dikembangkan oleh pemerintah, lembaga-lembaga profesional dalam bidang respons dan pemulihan, serta komunitas dan perorangan dalam mengantisipasi, merespons dan pulih secara efektif dari dampak-dampak peristiwa atau kondisi ancaman bahaya yang mungkin ada, akan segera ada atau saat ini ada.

Ketangguhan/tangguh (Resilience/resilient): kemampuan sebuah sistem, komunitas atau masyarakat yang terpapar ancaman bahaya untuk bertahan terhadap, menyerap, berakomodasi dengan dan pulih dari dampak-dampak sebuah ancaman bahaya dengan tepat waktu dan efisien, termasuk melalui pemeliharaan dan pemulihan struktur-struktur dan fungsi-fungsi dasar yang paling diperlukan.

Keterpaparan (Exposure): Penduduk, harta benda, sistem-sistem atau elemen-elemen yang ada di kawasan ancaman bahaya yang oleh karenanya bisa berpotensi mengalami kerugian/kehilangan.

Langkah-langkah struktural/nonstruktural (Structural/non structural measures):
Langkah-langkah struktural (Structural measures): Segala konstruksi fisik untuk mengurangi atau menghindarkan kemungkinan dampak yang ditimbulkan oleh ancaman bahaya, atau penerapan teknik-teknik rekayasa untuk mewujudkan ketangguhan dan daya tahan struktur-struktur atau sistem-sistem; Langkah-langkah nonstruktural (non structural measures): Segala langkah yang tidak melibatkan konstruksi fisik yang menggunakan pengetahuan, praktik atau kesepakatan untuk mengurangi risiko dan dampak, khususnya melalui kebijakan dan hukum, peningkatan kesadaran masyarakat, pelatihan dan pendidikan.

Manajemen risiko bencana (Disaster risk management): Proses sistematis dalam menggunakan peraturan administratif, lembaga dan ketrampilan serta kapasitas operasional untuk melaksanakan strategi-strategi, kebijakan-kebijakan dan kapasitas bertahan yang lebih baik untuk mengurangi dampak merugikan yang ditimbulkan ancaman bahaya dan kemungkinan bencana.

Mitigasi (Mitigation): Pengurangan atau pembatasan dampak-dampak merugikan yang diakibatkan ancaman bahaya dan bencana terkait. Dalam konteks perubahan iklim, mitigasi merujuk pada aksi-aksi yang diambil untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Osilasi Selatan El Nino (El Niño-Southern Oscilation/ENSO)/La Niña: Suatu interaksi kompleks antara Samudra Pasifik tropis dan atmosfer global yang mengakibatkan episode-episode perubahan samudra dan pola-pola cuaca yang terjadi secara tidak teratur di banyak belahan bumi, yang seringkali menimbulkan dampak besar seperti berubahnya habitat kelautan, perubahan curah hujan, banjir, kekeringan dan perubahan pola-pola badai.

Partisipasi (Participation): Suatu proses keterlibatan semua pemangku kepentingan secara setara dan aktif dalam penyusunan kebijakan-kebijakan dan strategi-stragegi dan dalam analisis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evauasi aktivitas-aktivitas.

Pembangunan berkelanjutan (Sustainable development): Pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Ia terdiri dari dua konsep kunci: konsep “kebutuhan”, khususnya kebutuhan mendasar penduduk dunia yang miskin yang harus mendapatkan prioritas utama; dan gagasan tentang “pembatasan” yang diterapkan oleh kondisi teknologi dan pengorganisasian sosial tentang kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan di masa mendatang (Komisi Brundtland, 1987)

Pemulihan (Recovery): Restorasi - dan perbaikan jika perlu - fasilitas, penghidupan dan kondisi hidup komunitas yang terkena dampak bencana, termasuk upaya-upaya untuk mengurangi faktor-faktor risiko bencana.

Pencegahan (Prevention): Penghindaran total dari dampak-dampak merugikan yang diakibatkan ancaman bahaya-ancaman bahaya dan bencana-bencana terkait.

Pengalihan risiko (Risk transfer): Proses pengalihan konsekuensi finansial yang ditimbulkan risiko-risiko tertentu secara formal maupun informal dari satu pihak ke pihak lain dimana sebuah rumah tangga, komunitas, badan usaha atau kewenangan negara akan mendapatkan sumber daya dari pihak lain setelah sebuah bencana terjadi, sebagai ganti atas manfaat sosial atau finansial yang sedang berjalan atau yang bersifat sebagai kompensasi in exchange for ongoing or compensatory social or financial benefis yang diberikan kepada pihak lain tersebut.

Pengelolaan keadaan darurat (Emergency management): Pengaturan dan pengelolaan sumber daya dan tanggung jawab untuk menangani segala aspek keadaan darurat, khususnya tahapan kesiapsiagaan, respons dan pemulihan awal.

Pengembangan kapasitas (Capacity development): Proses dimana penduduk, lembaga dan masyarakat secara sistematis mendorong dan mengembangkan kapasitas mereka seiring dengan waktu untuk mencapai tujuan-tujuan sosial dan ekonomi, termasuk melalui peningkatan pengetahuan, ketrampilan, sistem dan kelembagaan.

Pengkajian Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment/EIA): Proses dimana dampak-dampak sebuah usulan proyek atau program dievaluasi, dilakukan sebagai bagian tak terpisahkan dari proses-proses perencanaan dan pengambilan keputusan dengan tujuan untuk membatasi atau mengurangi dampak merugikan yang ditimbulkan proyek atau program.

Pengkajian/analisis risiko (Risk assessment/analysis): Sebuah metodologi untuk menentukan sifat dan cakupan risiko dengan menganalisis potensi ancaman bahaya dan mengevaluasi kondisi-kondisi kerentanan yang ada yang bersama-sama berpotensi untuk merugikan/merusak penduduk yang terpapar serta harta benda, layanan, penghidupan dan lingkungan tempat mereka bergantung.

Pengurangan risiko bencana (Disaster risk reduction): Konsep dan praktik mengurangi risiko-risiko bencana melalui upaya-upaya sistematis untuk menganalisis dan mengelola faktor-faktor penyebab bencana, termasuk melalui pengurangan keterpaparan terhadap ancaman bahaya, pengurangan kerentanan penduduk dan harta benda, pengelolaan lahan dan lingkungan secara bijak, dan peningkatan kesiapsiagaan terhadap peristiwa-peristiwa yang merugikan.

Peramalan (Forecast): Pernyataan pasti atau perkiraan statistik tentang suatu kejadian di masa mendatang (UNESCO, WMO).

Peremajaan (Retrofitting) atau Peningkatan (Upgrading): Penguatan atau peningkatan struktur-struktur yang ada agar lebih tanggap dan tangguh terhadap dampak-dampak merusak yang ditimbulkan ancaman bahaya.

Perencanaan tata guna lahan (Land use planning): Proses yang dilakukan oleh pihak berwenang pemerintah untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan menentukan berbagai pilihan yang berbeda tentang pemanfaatan lahan, termasuk pertimbangan tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan dalam jangka panjang serta dampaknya terhadap berbagai komunitas yang berbeda dan kelompok-kelompok kepentingan, disusul oleh penyusunan dan pengesahan rencana-rencana yang menggambarkan pemanfaatan yang diijinkan atau diterima.

Peringatan dini (Early warning): Serangkaian kapasitas yang diperlukan untuk menghasilkan dan menyebarkan informasi peringatan untuk memungkinkan orang perorangan, komunitas dan organisasi yang terancam ancaman bahaya untuk bersiap dan mengambil tindakan secara tepat dan dalam waktu yang memadai untuk mengurangi kemungkinan kerugian atau kehilangan.

Perubahan iklim (Climate change): Suatu perubahan dalam iklim yang berlangsung selama berdekade-dekade atau lebih lama yang diakibatkan oleh penyebab-penyebab alamiah atau aktivitas manusia.

Platform nasional untuk pengurangan risiko bencana (National platform for disaster risk reduction): Suatu istilah generik untuk mekanisme-mekanisme nasional untuk pedoman koordinasi dan arahan kebijakan tentang pengurangan risiko bencana yang bersifat multi-sektoral dan antardisiplin dengan partisipasi pemerintah, swasta dan masyarakat sipil serta melibatkan seluruh entitas terkait di dalam sebuah negara.


Risiko (Risk): Gabungan antara kemungkinan terjadinya suatu peristiwa dan dampak-dampak negatif yang ditimbulkannya. Risiko bencana = Bahaya x kerentanan /Kapasitas

Risiko bencana (Disaster risk): potensi kerugian yang diakibatkan bencana terhadap nyawa, status kesehatan, penghidupan, aset dan layanan yang dapat terjadi pada satu komunitas atau masyarakat tertentu selama jangka waktu tertentu di masa mendatang.

Risiko yang dapat diterima (Acceptable risk): Tingkat potensi kerugian yang dianggap bisa diterima oleh sebuah masyarakat atau komunitas dengan mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi, politis, budaya, teknis dan lingkungan yang ada.

Sistem Informasi Geografis (Geographic Information Systems/GIS): Analisis yang menggabungkan database relasional dengan interpretasi dan keluaran spasial yang seringkali berbentuk peta. Suatu definisi yang lebih lengkap adalah: program-program komputer untuk menangkap, menyimpan, memeriksa, memadukan, menganalisis dan menampilkan data tentang bumi yang telah dirujuk secara spasial. (Participatory Vulnerability and Capacity Analysis Training Pack, 2009). Sumber : surya-esperanza

PROGRAM LANGIT BIRU

A. Latar Belakang

Pencemaran udara menjadi masalah yang serius terlebih tahun-tahun terakhir ini terutama di kota-kota besar. Upaya pengendalian pencemaran termasuk pencemaran udara pada dasarnya adalah menjadi kewajiban bagi setiap orang. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

Pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas udara sejak tahun 1992 telah melaksanakan Program Langit Biru sebagai upaya untuk mengendalikan pencemaran udara baik yang berasal dari sumber bergerak maupun tidak bergerak, yang selanjutnya dikukuhkan dengan Kepmen LH No. 15/1996 tentang Langit Biru. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 2/2002 maka Program Langit Biru menjadi bagian kegiatan dari program Kementerian Lingkungan Hidup dalam mengembangkan sistem penaatan terhadap sumber pencemaran emisi sumber bergerak. Namun demikian Kementerian Lingkungan Hidup menganggap perlu melakukan upaya peningkatan partisipasi masyarakat terhadap pencemaran udara yang semakin buruk kondisinya.

Pada tahun 1992 Indonesia memecahkan rekor sebagai negara yang udaranya paling kotor di dunia. Bahkan badan lingkungan hidup dunia (UNEP) tanpa ragu menobatkan Jakarta sebagai kota terpolusi nomor tiga setelah MEXICO dan BANGKOK. Sumber pencemaran udara berasal dari kendaraan bermotor (75%) dan industri (25%). Sekitar 3 juta kendaraan bermotor dari 75% pencemaran itu 90% berasal dari kendaraan pribadi dan 10%-nya dari angkutan umum. Emisi yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor adalah CO, SO, CO2, SOX, NOX, debu dan timbal ( timah hitam ).

Dampak pencemaran udara secara mikro mempengaruhi kualitas udara setempat sedangkan pada skala makro mempengaruhi seluruh mahluk hidup di bumi. Sektor pemukiman yang menggambarkan emisi dari rumah tangga juga berperan penting dalam emisi pencemar udara, misalnya pembakaran bahan bakarminyak tanah berupa partikulat dan sulfurdioksida. Polutan ini masuk ketubuh manusia melalui sistem penafasan, pencernaan dan kulit. Dampaknya pada anak-anak yaitu sindroma saluran pencernaan, kesadaran, anemia, kerusakan ginjal, terganggunya syaraf pusat. Penurunan IQ dan berubahnya perilaku pada orang dewasa akan menyebabkan gangguan kesuburan (fertilisasi), kanker, pusing, saluran pernafasan, hipertensi, jantung, dan keguguran.

Pembakaran bensin berdampak amat buruk bagi lingkungan. Selain menguras sumber daya alam. Pembakaran bensin menghasilkan gas-gas yang termasuk dalam gas rumah kaca (GRK). GRK ini naik dan berkumpul diatmosfer bumi. Menyebabkan efek rumah kaca yang berlebih. Efek rumah kaca yang tidak terkendali menyebabkan perubahan ekologi antara lain naiknya suhu bumi, perubahan iklim, naiknya permukaan laut, krisis air bersih dikota besar, meningkatnya frekuensi penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dan menurunnya produktivitas pertanian.

B. Pengertian

Program Langit Biru adalah suatu program pengendalian pencemaran udara dari kegiatan sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Baku mutu emisi adalah batas maksimum emisi yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan. Emisi adalah makhluk idup, zat, energi, dan atau komponen lain yang dihasilkan dari kegiatan yang masuk atau dimasukkan ke udara ambient.

C. Tujuan Program Langit Biru

1. Terciptanya mekanisme kerja dalam pengendalian pencemaran udara yang berdaya guna dan berhasil guna

2. Terkendalinya pencemaran udara.

3. Tercapainya kualitas udara ambien yang diperlukan untuk kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.

4. Terwujudnya perilaku manusia sadar lingkungan.

D. Misi Langit Biru

  1. Mengembangkan kebijakan nasional dalam pengendalian pencemaran udara
  2. Meningkatkan kapasitas daerah dalam pengendalian pencemaran udara melalui penguatan isntitusi di daerah dan pemanfaatan teknologi
  3. Meningkatkan mekanisme pengawasan dan pengendalian, pencegahan dan pemulihan kualitas udara
  4. Meningkatkan partisipasi peran masyarakat dalam mewujudkan udara bersih.

E. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mendukung Program Langit Biru

  1. Belilah kendaraan yang hemat bahan bakar. Pergunakan aki mobil yang dapat diisi ulang. Untuk kendaraan bermotor roda dua, pilih yang bermesin empat tak ketimbang dua tak. Selain menghemat bahan bakar, emisi udaranya juga jauh lebih kecil.
  2. Rawat kendaraan secara teratur, seperti mesin, penyaring bahan bakar, tekanan ban, dll. Kendaraan dalam kondisi baik dapat mengkonsumsi 9% lebih sedikit bahan bakar.
  3. Jangan membiasakan ngebut bila tidak diperlukan, jika mengurangi kecepatan berarti mengurangi penggunaan bhan bakar dan polusi.
  4. Kurangi pemakaian kendaraan pribadi bila jarak tempuh dekat dan bila benar-benar diperlukan saja.
  5. Gunakan kendaraan umum bila pengguna kendaraan hanya sedikit, selain menghemat bahan bakar juga mengurangi emisi yang terbuang.
  6. Menggunakan bensin tanpa timbal bila mampu.
Matikan mesin kendaraan bila mengalami kemacetan lalulintas